Random Post

Blog Stats

Powered by Blogger.

Translate

Join Us Here

Test Footer

Monday, 2 February 2015

MAKALAH MASAIL FIQHIYAH
(SEGALA URUSAN TERGANTUNG KEPADA TUJUANNYA)



I. PENDAHULUAN
Ushulusy'ayari'ah (dasar-dasar syari'at Islam) menurut imam ahmad bin idris al-qurafi terdiri atas dua bagian. Pertama ialah apa yangdisebut dengan Ushulul-Fiqh dan kedua qawaidul fqhiyah. Qaidah fiqhiyah ialah kaidah-kaidah umum yang meliputi seluruh cabang masalah-masalah fiqih yang menjadi pedoman utuk menetapkan hukum setiap peristiwa fiqhiyah baik yang telah ditunjuk oleh nash yang sharih maupun yang belum ada nashnya sama sekali.
qQaidah kulliyah fiqhiyah tidak lain adalah prinsip-prinsip umum yangmenampungkebanyakandari bagian-bagian yang terperinci. oleh karena itu qaidah kulliyah itu jumlahnya banyak sekali. ada sebagian ulama yang menetapkan lebih dari itu. Al-qadhi abu said mengatakan bahwa ulama syafi'iyah memulangkan seluruh ajaran Imam syafi'i kepada 4 kaidah yaitu:
  1. (alyaqinu laa yudzallu bissyaq) Keyakinan itu tidak dapat dikalahkan oleh keraguan.
  2. (almusqhotu tajlibuttasyira) kesukaran dapat menarik kepada kemudahan.
  3. (addhorurotu yudzalu) kemudharatan harus dilenyapkan.
  4. (al-aadzatu muhkamah) adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum.
 Sebagian ahli ilmu golongn muta'akhirin menambahkan satu kaidah lagi dari empat kaidah diatas, yaitu:
(al-umuuru bimaqasidiha) segala urusan tergantung kepada tujuannya.

II. DESKRIPSI PERMASALAHAN

Dari lima kaidah diatas kami akan mencoba menerangkan mengenai: al-umuuru bimaqasidiha. Bahwa niat yang terkandung dalam hati sanubari seseorang sewaktu melakukan amal perbuatan menjadi kriteria yang menentukan nilai dan status hukum amal yang dilakukannya. apakah kebiasaan dan apakah status hukum amala yang dilakukannya. apakah kebiasaan dan apakah status hukumunya jika ia sebagai amal syariat wajib atau sunat atau lain sebagainya ditentukan oleh niat pelakunya. Itulah sebabnya kaidah ini bisa diterapkan hampir pada seluruh masalah fiqhiyah.
adapun yang menjadi sumber dari kaidah tersebut ialah:

a. Firman Allah surat Al-Imran : 145
(Barang siapa menghendaki pahala dunia, kami berikan pahala itu dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, kami berikan pahalan itu. dankami akan memberikan balasan kepada orang yang bersyukur)

b. Sabda Rasulullah
Amal-amal itu hanyalah dengan niat. bagi setiap orang hanyalah memperoleh apa yang diniatkannya. karena itu barang siapa yagn hijrahnya kepada Allah dan Rasullnya maka hijrahnya kepada Allah dan Rsulnya dan seterusnya ( HR. Bukhori dan Muslim).

Hadits tentang niat ini bermartabat tinggi dalam syariat islam. kata Imam abu ubaidah: "Tak ada satu hadits ayng lebih kaya dan banyak faedahnya dariapda hadits niat.Imam Syafii Ahmad, Abu Daud ad-Daruguthni dan lainya sepakat menetapkan bahwa hadits niat itu menmpati sepertiga dari seluruh ilmu pengetahuan islam. pendapat semacam ini diulas oleh Imam Al-Baihaqi sebagai berikut: "Segala aktivitas manusia itu adakalanya berpangkal pada hati sanubari, pada lisan dan adakalanya berpangkap pada hati sanubari, pada lisan dan adakalanya pada anggota badan. Niat yang berpangkal di  hati sanubari adalah aktivitas kejiwaan. Aktivitas itu lebih penting dan kuat ketimbang aktivitas  yang berpangkal pada lisan dan anggota badan. hal itu disebabkan karena niat dapat berfungsi sebagai ibadat yang berdiri sendiri, sedangkan aktivitas yang lain tidak dapat berfungsi sebagai ibadat sekiranya tidak didukung oleh niat. Niat sekalipun tidak dibarengi dengan amal perbuatan masih dianggap lebih baik daripada perbuatan yang tidak dibarengi dengan niat. Demikianlah jiwa dari sabda Rasulullah SAW:
"NIat orang mukmin itu lebih baik daripada amal perbuatannya saja(yang kosong dari niat). HR. Ath-Thabrani).

Tujuan disyariatkannya niat adalah untuk membedakan antara perbuatan-perbuatan ibadat dengan perbuatan adat danuntuk menentukan tingkatan ibadat satu sama lain. Dengan penyertaan niat, perbuatan-perbuatan berikut ini dapat dibedakan sebagai perbautan ibadat dan perbuatan yang berdasarkan adat kebiasaan, seperti.
  • Mandi dan wudhlu yang disertakan niat untuk beribadah dan berbeda dengan mandi dan mencuci muka yang menurut kebiasaan untuk membersihakan badan dan muka.
  • karena berniat untuk melakukan ibadah puasa, maka meninggalkan makan dan minum itu dapat menjadi amal ibadat, bukan  hanya sekedar menghindari suatu penyakit atau mengurangi pengeluaran belanja sebagaimana yang biasa terjadi menurut kebiasan. Oleh karena itu, dari beberapa contoh-contoh yang telah disebutkan diatas, niat sangat diperlukan guna membedakan tingkatan yang satu dengan yang lainya dari suatu amal ibadat. Hampir seluruh masalah fiqhiyah kembali kepada qaidah ini akan ketergantungannya kepada adanya niat, misalnya :
  • Dalam bidang ibadat pada bab thaharah, fasal wudhu, mandi wajib maupun sunat dan tayamum. Shalat dengan segala jenisnya, apakah wajib, sunat, awatib, qashar, jama' berjamaah atau munfaridan, dan lain sebagainya, zakan dan shadaqah tathawu'. Kemudian puasa, baik puasa wajib maupun sunah dan i'tikaf haji, umrah  thawaf baik fadhu, wajib maupun sunah, tahallul, tamatu', sa'i, wuquf dan sebagainya.
  • Kemudian dalam bidan g munakahat, muamalah, jinayat, peradilan. Segala macam amal taqorrub, yakni suatu amal yang akan mendapatkan pahal lantaran nitanya untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka niat memegang peranan yang sangat penting. lebih jauh dari itu amal perbuatan yang mubah asal ditujukan untuk membina ketaqwaan, seperti makan, tidur dan lain sebaginya disunatkan dengan niat.
 bersambung....

 


0 comments:

Post a Comment