MAKALAH FIQIH MUAMALAH ARIYAH ATAU PINJAM MEMINJAM
I. PENDAHULUAN
Pinjam meminjam adalah membolehkan kepada orang lain mengambil manfaat sesuatu yang halal untuk mengambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya dan dikembalikan setelah diambil manfaatnya dalam keadaan tetap tidak rusak zatnya. Siapa yang meminjam dialah yang bertanggung jawab atas barang yang dipinjamnya itu baik yang berkenaan dengan penggantiannya bila rusak, ataupun ongkos pengembaliannya, dalam hadits disebutkan:
عن ابي امامة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال العارية مؤداة والزعيم غارم والدين مقضي
عن ابي امامة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال العارية مؤداة والزعيم غارم والدين مقضي
Artinya: Dari Abu Umanah R.A dari Nabi SAW ia berkata: pinjaman itu musti dikembalikan dan orang yang menjamin dialah yang berhutang dan hutang itu mesti dibayar.
Menurut pendapat Imam Syafi’i bahwa pinjaman yang hilang dalam pemakaiannya tidak wajib menggantinya, kecuali kalau barang itu dipergunakan tidak menurut yang semestinya, untuk lebih jelasnya akan kita bahas lebih jauh dalam makalah ini.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Ariyah
Menurut Etimologi, ariyah adalah diambil dari kata (عار) yang berarti datang dan pergi. Menurut sebagian pendapat ariyah berasal dari kata (التعاور) yang artinya saling menukar dan mengganti yakni dalam tradisi pinjam meminjam
Menurut Etimologi, ariyah adalah diambil dari kata (عار) yang berarti datang dan pergi. Menurut sebagian pendapat ariyah berasal dari kata (التعاور) yang artinya saling menukar dan mengganti yakni dalam tradisi pinjam meminjam
Menurut istilah ariyah ialah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zatnya, agar zat barang itu dapat dikembalikan.
Tiap-tiap yang mungkin diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zat barang itu boleh dipinjam atau dipinjamkan. Firman Allah swt:
وتعاونوا على البر والتقوىولاتعاونوا على الاثم والعدوان
Tiap-tiap yang mungkin diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zat barang itu boleh dipinjam atau dipinjamkan. Firman Allah swt:
وتعاونوا على البر والتقوىولاتعاونوا على الاثم والعدوان
Artinya: Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Al Maidah: 2).
B. Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam
B. Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam
- Mu’ir (yang meminjamkan)
- Musta’ir (yang meminjam)
- Mu’ar (yang dipinjamkan)
- Shigat (ijab-qabul)
C. Dasar Hukum Ariyah
Menurut kebiasaan (urf) ariyah dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara hakekat dan secara majaz.
Secara hakekat ariyah adalah meminjamkan barang yang dapat diambil manfaatnya tanpa merusak zatnya.
Sedangkan secara majazi artinya adalah pinjam meminjam benda-benda yang berkaitan dengan takaran, timbangan hitungan dan yang lainnya.
Secara hakekat ariyah adalah meminjamkan barang yang dapat diambil manfaatnya tanpa merusak zatnya.
Sedangkan secara majazi artinya adalah pinjam meminjam benda-benda yang berkaitan dengan takaran, timbangan hitungan dan yang lainnya.
Bagi orang yang mampu memberikan pinjaman, hendaknya mau memberikan pinjaman kepada orang yang ingin pinjam kepadanya, karena celakalah orang yang tidak mau memberikan pinjaman dan bantuan kepada sanak dan tetangga karena amalan yang demikian telah diwajibkan sejak awal Islam. Dalam hadits disebutkan:
كان النبي صلىالله عليه وسلم استعار يوم حنين من صفوان ابن امية ادراعا فقال له اغصب يا محمد؟ لا بل عارية مضمونة
كان النبي صلىالله عليه وسلم استعار يوم حنين من صفوان ابن امية ادراعا فقال له اغصب يا محمد؟ لا بل عارية مضمونة
Artinya: Nabi s.a.w pada perang Hunain meminjam baju besi kepada Shafwan bin Umayyah, ia (Shofwan) berkata kepada Nabi s.a.w: Gasab ya Muhammad, Nabi bersabda: tidak ini pinjaman dengan tanggungan.
Bagi orang yang dipinjami juga mempunyai kewajiban apa yang dipinjamnya. Dia juga harus membayar tepat pada waktu yang dijanjikannya. Sabda nabi s.a.w:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اد الامانة الى من ائتمنك ولا تخن من خانك
Bagi orang yang dipinjami juga mempunyai kewajiban apa yang dipinjamnya. Dia juga harus membayar tepat pada waktu yang dijanjikannya. Sabda nabi s.a.w:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اد الامانة الى من ائتمنك ولا تخن من خانك
Artinya: dari Abu Hurairah r.a: Bahwasanya Rasulullah s.a.w bersabda: tunaikanlah, kembalikanlah barang amanat itu kepada orang yang telah memberikan amanat kepadamu dan janganlah engkau menyalahi janji (berkhianat) walaupun kepada orang yang pernah menyalahi janji kepadamu. (HR Abu Dawud dan Turmudzi).
D. Permasalahan-permasalahan Dalam Ariyah
D. Permasalahan-permasalahan Dalam Ariyah
1. Membayar pinjaman dengan yang lebih baik dari yang dipinjam
Bagi peminjam diperbolehkan membayar dengan barang yang lebih baik dari apa yang dipinjamnya. Karena sebaik-baiknya orang yang meminjam adalah orang yang membayar dengan lebih dari apa yang dipinjamnya.
Di dalam hadits nabi disebutkan bahwa:
وعن جابر رضي الله عنه قال اتيت النبي صلى الله عليه وسلم وكان لي عليه دين فقضاني وزادني
وعن جابر رضي الله عنه قال اتيت النبي صلى الله عليه وسلم وكان لي عليه دين فقضاني وزادني
“Dan dari Jabir, ia berkata: Aku pernah datang ke tempat Nabi s.a.w, sedang Nabi s.a.w mempunyai pinjaman kepadaku, kemudian ia membayarku dan menambah kepadaku”.
Dengan melihat hadits di atas, maka semakin jelaslah bahwa Nabi-pun melakukan hal yang sama yaitu mengembalikan dengan melebihi apa yang dipinjamnya.
Dengan melihat hadits di atas, maka semakin jelaslah bahwa Nabi-pun melakukan hal yang sama yaitu mengembalikan dengan melebihi apa yang dipinjamnya.
2. Membayar pinjaman dengan hasil dari pinjaman
Apabila ada orang yang membayar pinjaman itu dengan hasil dari meminjam juga, tidak dilarang, semua itu sah-sah saja. Yang penting tidak merugikan kedua belah pihak. Dahulu Nabi juga pernah melakukan hal itu ketika ada seseorang yang menagih hutang kepadanya, ia menyuruh seorang utusan agar menemui Khaulah binti Qaid, kemudian utusan itupun berkata kepada Khaulah: jika engkau mempunyai tamar, pinjamilah kami sehingga tamar kami nanti berbuah maka kami akan bayar.
3. Menerima hadiah dari orang yang dipinjami
Bagi orang yang meminjamkan sesuatu kepada orang lain kemudian pada saat mengembalikannya orang yang dipinjami tersebut memberikan hadiah, maka sebaiknya kita tidak menerimanya karena hal itu bisa saja sebagai suap supaya kita melakukan sesuatu. Kecuali kalau hal itu memang telah menjadi kebiasaan antara orang yang meminjami dengan orang yang dipinjami sebelum itu.
4. Mengambil manfaat barang yang dipinjam
Yang meminjam boleh mengambil manfaat dari barang yang dipinjamnya hanya sekedar menurut izin dari yang punya, atau kurang dari yang diizinkan. Umpama dia meminjam tanah untuk menanam padi, dia diperbolehkan menanam padi dan yang sama umurnya dengan padi atau yang kurang seperti kacang. Tidak boleh dipergunakan untuk tanaman yang lebih lama dari padi, kecuali kalau tidak ditentukan massanya, maka dia boleh bertanam menurut kehendaknya.
5. Ariyah merupakan tanggungan atau amanat
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa barang pinjaman itu merupakan amanat bagi peminjam baik dipakai atau tidak. Dengan demikian dia tidak menanggung barang tersebut jika terjadi kerusakan, seperti juga dalam sewa-menyewa atau barang titipan kecuali bila kerusakan tersebut disengaja atau disebabkan kelalaian.
Ulama syafi’iyah berpendapat bahwa peminjam menanggung harga barang bila terjadi kerusakan dan bila ia menggunakannya tidak sesuai dengan izin yang diberikan pemilik walaupun tanpa disengaja. Tetapi apabila barang tersebut digunakan sesuai dengan izin pemilik, peminjam tidak menanggungnya ketika terjadi kerusakan.
Ulama Hanabilah menyatakan jika barang yang dipinjam adalah benda wakaf, seperti buku-buku ilmiah atau barang wakaf lainnya, kemudian rusak tanpa disengaja, maka ia tidak harus menanggung kerusakannya sebab tujuan peminjaman barang itu ditujukan untuk kemaslahatan umum.
III. KESIMPULAN
Ariyah adalah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zatnya, sehingga barang tersebut dapat dikembalikan. Dasar hukum ariyah menurut urf dapat diartikan dengan dua cara yaitu secara hakekat dan secara majaz. Kita diperbolehkan membayar pinjaman dengan yang lebih baik dari apa yang kita pinjam, tetapi yang meminjamkan tidak boleh menerima lebih dari apa yang dipinjaminya itu apabila dimaksudkan sebagai hadiah dari yang dipinjami.
Disamping itu kita juga boleh membayar pinjaman dengan barang hasil pinjaman pula.
Masing-masing golongan ulama mempunyai perbedaan pendapat dalam mengartikan apakah ariyah itu tanggungan atau manfaat. Ulama Hanafiyah syafi’iyah dan hanabilah berpendapat bahwa peminjam harus menanggung kerusakan barang pinjamannya secara mutlak.
IV. PENUTUP
Masing-masing golongan ulama mempunyai perbedaan pendapat dalam mengartikan apakah ariyah itu tanggungan atau manfaat. Ulama Hanafiyah syafi’iyah dan hanabilah berpendapat bahwa peminjam harus menanggung kerusakan barang pinjamannya secara mutlak.
IV. PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat, mungkin masih jauh dari kesempurnaan. Apabila banyak kesalahan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Idris Ahmad, Fiqih Syafi’I, Widjaya, Jakarta: 1969
Dr. Achmad Syafe’i, Fiqih Mu’amalah, Pustaka Setia, Bandung: 2000
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Sinar Baru Algesindo, Bandung: 2000
Dr. Musthofa Dibulbigha, Fiqih Syafi’i, Terj. Al Tahdzib, CV. Bintang Pelajar, Surabaya: 1948
Drs. H. Moh Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, CV. Toha Putra, Semarang: 1987
Terj. A. Qadir Hasan. Dkk, Terj. Nailul Authar 4 , PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1987
Dr. Rachmat Syafi’i MA, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung: 2001
0 comments:
Post a Comment