TASAWUF DAN MOTIVASI BEREKONOMI
Masalah ekonomi senantiasa menarik perhatian berbagai macam lapisan masyarakt dan individu. Islam menganggap kehidupan ekonomi yang baik sebagai suatu rangsangan bagi jiwa dan sarana berhubungan dengan Allah. Dari sini terliaht bahwa Islam memperhatikan masalah harta. Menurut Islam, harta adalah sarana untuk memperoleh kebaikan, sedangkan segala sarana untuk memperoleh kebaikan adalah baik. harta bukan selamanya bencara bagi pemiliknya dan bukan pula pemberian dari roh-roh jahat sebagaiaman dugaan sebagian tokoh agama. Harta dalam konteks Al-Qur'an adalah suatu kebaikan (Khoirun).
Namun jika kita melihat pengertian tasawuf pada umumnya yang bermakna menempuh kehidupan zuhud, menghindari gemerlap kehidupan duniawi, rela hidup dalam keprihatinan, melakukan berbagai jenis amalan ibadah, melaparkan diri, mengerjakan shalat malam, dan melantunkan berbagai jenis wirid sampai fisik atau dimensi jasmani seseorang menjadi lemah dan dimensi jiwa atau ruhani menjadi kuat, tentu perekonomian dalam kehidupan muslim harus ditinggalkan. Apakah orang yang masuk pada dunia tasawuf harus miskin, menghindari gemerlap kedidupan duniawi dan tidak mempunyai motivasi berekonomi?
Sebelum kita membasas tasawuf dan motivasi berekonomi, maka akan dijelaskan terlebih dahulu apa arti sesungguhnya dari tasawuf itu sendiri, arti ekonomi dan bagaimana motivasi berkenomi dalam dunia sufi.
Pengertian Tasawuf secara etimologis berasal dari bahasa Arab, Tashawwafa, Yathawwasafu, Tashawwufan. Ulama berbeda pendapat dari mana asal usulnya, ada yang mengatakan ari kata shuf (bulu kambing), shafa (bersih dan suci), Sophia (hikmah atau filsafat), shuffah (ruangan dekat masjid Madinah tempat Nabi Muhammad SAW memberikan pengajaran kepada para sahabatnya).
Sedangkan secara terminologi banyak dijumpai definisi yang berbeda yang oleh Ibrahim Basyuni dklasifikasikan menjadi tiga , yaitu al-Bidayah, al-mujahadah, dan al-Mudzaqat.
Dari sekian definisi yang ada dapat dikatakan bahwa tasawuf merupakan moralitas Islam yang pembinaannya melalui proses tertentu (mujahadah dan riyadlah). Selain itu para ahli juga memberikan definisi tentang tasawuf diantaranya adalah al-Junaini, menurut beliau Tasawuf adalah Tuhan menjadikan kamu mati, untuk hidup kembali di dalamnya.
Jadi tasawuf adalah suatu usaha yang sungguh-sungguh dengan jalan mengasingkan diri sambil bertafakur (kontemplasi), melepaskan diri dari segala yang bersifat duniawi dan memusatkan diri hanya kepada Tuhan sehingga bersatu dengan-Nya. Sedangkan pengertian ekonomi adalah segala aspek yagn mempengaruhi hajat hidup orang banyak atau segala tuntutan kebutuhan hidup yang menuntut orang untuk berusaha, berkerja dan sebagainya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
MOTIVASI BEREKONOMI DALAM SUFI
Jika kita merujuk terhadap konsep tasawauf sosial yang didalamnya ada dua pokok ajaran inti yaitu purifikasi (pemurnian) dan reinterprestasi (pemaknaan ulang) terhadap ajaran tasawuf klasik, maka ketika kita berbicara pada masalah ekonomi, kita harus merujuk pada sumber utama yaitu al-Qur'an dan hadits. Di dalam Islam aspek-aspek ekonomi dan kerohanian dalam kehidupan amnusia harus berjalan dengan seimbang, apabila ada kekurangan pada salah satu aspek akan menimbulkan kepnicangan pada aspek lainnya. Sebagaimana dalam surat al-Kahfi ayat 28 yang artinya :
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yagn menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya dan jagalah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini (Al-Kahfi:28).
Ini adalah konsep kehidupan sejati al-Qur'an, dia memerintahkan umat Islam untuk memelihara keselarasan dan keseimbangan dalam kehidupan, tidak telalu membenci atau pun mencintai dunia. dia menjadikan kesejahteraan ekonomi pra syarat peningkatan moral dan semangat manusia, karena selama masyarakat belum dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka secara memauskan, sulit untuk dapat menjadi warga negaa yang baik maupun peningkatan kualitas moralnya. dan pada kenyataannya orang miskin sulit memahami agama maupun nilai-nilai moral yang luhur. Karenaya Islam telah menyediakan pemenuhan kebutuhan dasar setiap orang dalam sistem ekonominya.
Manusia hidup di dunia ini mempunyai banyak kebutuhan, antara lain: sandang, pangan dan papan, dan juga memerlukan tiga rukun untuk hidup yaitu:
- Kebutuhan Nafsiyah (Kebatinan), Ilmu pengetahuan dan budi pekerti adalah memberntuk batin. kebatinan mempengaruhi badan kasas, badan kasas memperbudak makanan dan minuman, minuman dan makanan memperbudak uang. Harta benda adalah tingkat langkah yang pertama dan kesempurnaan jiwa adalah tujuan akhir, maka harta benda, uang dan kekayaan dicari untuk kesempurnaan jiwa.
- Kebutuhan Badaniyah (tubuh), Makanan adalah pokok hidup yang paling penting, diapun mempunya dua martabat, Pertama paling rendah, sekedar perlu untuk kenyang saja dan untuk tangkal jangan mati atau lemah, supaya badan kuat beribadah. Martabat yang kedua adalah Derajat pertengahan, seperti membagi-bagi perut jadi tiga bagian yaitu sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga dikosongkan untuk pikiran.
- Keperluan dari lura (tempat tinggal, pakaiana dan lain-lain), Pakaian berfungsi untuk melindungi manusia dari panas dan agar indah serta bagus kepribadian manusia tersebut. Tempat tinggal, tempat tinggal berfungsi untuk memelihara diri dari panas dan hujan.
KRITIK TERHADAP PASIVISME
Kita sadari bahwa mayoritas umat Islam adalah rendah dalam bidang pendidikan dan ekonomi, jika kita pelajari ada beberapa faktor penyebab rendahnya tingkat ekonomi umat Islam. Dalam prakteknya, umat Islam taat beragama sehingga tidak menuntut kemajuan dalam bidang ekonomi, yaiitu ajaran yang intinya menjauh dari gemerlapnya dunia dan memfokuskan pada akhirat/ Padalah di dalam Islam sendiri menganjurkan manusia untuk bekerja dan berusaha.
Bekerja dan berusaha yang dilakukan oleh manusia diletakkan oleh Allah pada timbangan kebaikan, ini berarti terjadi kontradifktif. Kontradiktif antara ajaran Islam dan realita umatnya, kontradiktif istilah ajaran dengan pemaknaannya sekaligus prakteknya, kontradiktif antara sasaran inti dari ajaran dengan pemahaman yang menghambat kemajuan keduniaan.
pada dsarnya ajaran Islam dan ajaran tasawuf sosial menentang konsep pasivisme dan berusaha memberi semangat kepada umatnya agar selalu aktif dalam ibadah maupun muamalah. Konsep pasivisme dalam tasawuf berakar dari konsep tawakkal. Mulanya konsep ini bersifat etis, tetapi dmata kelompok sufi tertenut menjdi suatu doktrik ekstrim tentang pengingkaran dunia dan terbebasnya dendam dari sebab-sebab alamiah. Namun tentang maknya yang tepat terdapat perbedaan dikalangan sufi.
KESIMPULAN
Pada dasarnya Islam mengajarkan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Oleh karena itu manusia pada realitasnya merupakan makhluk dunia yang harus menghadapi segala seseuati di dunia dengna penuh tanggung jawab dan senantiasa mengabdi kepada Allah SWT. Banyak sekali nash al-Qur'an dan Hadits yang menyuruh manusia utnuk bekerja dan berusaha. Islam hanya mengecam kepada mereka yang sibuk mencari duni dan melupakan akhiratnya. Misalnya Zuhud, yang menekankan perhatian manusia apda penjauhan diri dari segal bentuk syahwat dan kemegahan dunia dengan memprioritaskan kehidupan akhriat. hal ini harus dimodifikasi agar tidak menjadi alasan untuk manusia bermalas-maslasan dan harus diseimbangkan antara dunia dan akhirat/
0 comments:
Post a Comment