Random Post

Blog Stats

Powered by Blogger.

Translate

Join Us Here

Test Footer

Friday, 29 January 2016

MAKALAH FIQIH MUAMALAH ARIYAH ATAU PINJAM MEMINJAM
ARIYAH ATAU PINJAMAN DALAM ISLAM


I. PENDAHULUAN

Pinjam meminjam adalah membolehkan kepada orang lain mengambil manfaat sesuatu yang halal untuk mengambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya dan dikembalikan setelah diambil manfaatnya dalam keadaan tetap tidak rusak zatnya. Siapa yang meminjam dialah yang bertanggung jawab atas barang yang dipinjamnya itu baik yang berkenaan dengan penggantiannya bila rusak, ataupun ongkos pengembaliannya, dalam hadits disebutkan:
عن ابي امامة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال العارية مؤداة والزعيم غارم والدين مقضي
Artinya: Dari Abu Umanah R.A dari Nabi SAW ia berkata: pinjaman itu musti dikembalikan dan orang yang menjamin dialah yang berhutang dan hutang itu mesti dibayar.
Menurut pendapat Imam Syafi’i bahwa pinjaman yang hilang dalam pemakaiannya tidak wajib menggantinya, kecuali kalau barang itu dipergunakan tidak menurut yang semestinya, untuk lebih jelasnya akan kita bahas lebih jauh dalam makalah ini.

II. PEMBAHASAN
 
A. Pengertian Ariyah
Menurut Etimologi, ariyah adalah diambil dari kata (عار) yang berarti datang dan pergi. Menurut sebagian pendapat ariyah berasal dari kata (التعاور) yang artinya saling menukar dan mengganti yakni dalam tradisi pinjam meminjam

Menurut istilah ariyah ialah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zatnya, agar zat barang itu dapat dikembalikan.
Tiap-tiap yang mungkin diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zat barang itu boleh dipinjam atau dipinjamkan. Firman Allah swt:
وتعاونوا على البر والتقوىولاتعاونوا على الاثم والعدوان
Artinya: Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)  kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Al Maidah: 2).

B. Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam
  1. Mu’ir (yang meminjamkan)
  2. Musta’ir (yang meminjam)
  3. Mu’ar (yang dipinjamkan)
  4. Shigat (ijab-qabul)
C. Dasar Hukum Ariyah
Menurut kebiasaan (urf) ariyah dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara hakekat dan secara majaz.
Secara hakekat ariyah adalah meminjamkan barang yang dapat diambil manfaatnya tanpa merusak zatnya.
Sedangkan secara majazi artinya adalah pinjam meminjam benda-benda yang berkaitan dengan takaran, timbangan hitungan dan yang lainnya.
Bagi orang yang mampu memberikan pinjaman, hendaknya mau memberikan pinjaman kepada orang yang ingin pinjam kepadanya, karena celakalah orang yang tidak mau memberikan pinjaman dan bantuan kepada sanak dan tetangga karena amalan yang demikian telah diwajibkan sejak awal Islam. Dalam hadits disebutkan:
كان النبي صلىالله عليه وسلم استعار يوم حنين من صفوان ابن امية ادراعا فقال له اغصب يا محمد؟ لا بل عارية مضمونة
Artinya: Nabi s.a.w pada perang Hunain meminjam baju besi kepada Shafwan bin Umayyah, ia (Shofwan) berkata kepada Nabi s.a.w: Gasab ya Muhammad, Nabi bersabda: tidak ini pinjaman dengan tanggungan.

Bagi orang yang dipinjami juga mempunyai kewajiban apa yang dipinjamnya. Dia juga harus membayar tepat pada waktu yang dijanjikannya. Sabda nabi s.a.w:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اد الامانة الى من ائتمنك ولا تخن من خانك
Artinya: dari Abu Hurairah r.a: Bahwasanya Rasulullah s.a.w bersabda: tunaikanlah, kembalikanlah barang amanat itu kepada orang yang telah memberikan amanat kepadamu dan janganlah engkau menyalahi janji (berkhianat) walaupun kepada orang yang pernah menyalahi janji kepadamu. (HR Abu Dawud dan Turmudzi).

D. Permasalahan-permasalahan Dalam Ariyah
 
1. Membayar pinjaman dengan yang lebih baik dari yang dipinjam
Bagi peminjam diperbolehkan membayar dengan barang yang lebih baik dari apa yang dipinjamnya. Karena sebaik-baiknya orang yang meminjam adalah orang yang membayar dengan lebih dari apa yang dipinjamnya.
 
Di dalam hadits nabi disebutkan bahwa:
وعن جابر رضي الله عنه قال اتيت النبي صلى الله عليه وسلم وكان لي عليه دين فقضاني وزادني

Dan dari Jabir, ia berkata: Aku pernah datang ke tempat Nabi s.a.w, sedang Nabi s.a.w mempunyai pinjaman kepadaku, kemudian ia membayarku dan menambah kepadaku”.
Dengan melihat hadits di atas, maka semakin jelaslah bahwa Nabi-pun melakukan hal yang sama yaitu mengembalikan dengan melebihi apa yang dipinjamnya.
2. Membayar pinjaman dengan hasil dari pinjaman
Apabila ada orang yang membayar pinjaman itu dengan hasil dari meminjam juga, tidak dilarang, semua itu sah-sah saja. Yang penting tidak merugikan kedua belah pihak. Dahulu Nabi juga pernah melakukan hal itu ketika ada seseorang yang menagih hutang kepadanya, ia menyuruh seorang utusan agar menemui Khaulah binti Qaid, kemudian utusan itupun berkata kepada Khaulah: jika engkau mempunyai tamar, pinjamilah kami sehingga tamar kami nanti berbuah maka kami akan bayar.
 
3. Menerima hadiah dari orang yang dipinjami
 
Bagi orang yang meminjamkan sesuatu kepada orang lain kemudian pada saat mengembalikannya orang yang dipinjami tersebut memberikan hadiah, maka sebaiknya kita tidak menerimanya karena hal itu bisa saja sebagai suap supaya kita melakukan sesuatu. Kecuali kalau hal itu memang telah menjadi kebiasaan antara orang yang meminjami dengan orang yang dipinjami sebelum itu.
 
4. Mengambil manfaat barang yang dipinjam
 
Yang meminjam boleh mengambil manfaat dari barang yang dipinjamnya hanya sekedar menurut izin dari yang punya, atau kurang dari yang diizinkan. Umpama dia meminjam tanah untuk menanam padi, dia diperbolehkan menanam padi dan yang sama umurnya dengan padi atau yang kurang seperti kacang. Tidak boleh dipergunakan untuk tanaman yang lebih lama dari padi, kecuali kalau tidak ditentukan massanya, maka dia boleh bertanam menurut kehendaknya.
 
5. Ariyah merupakan tanggungan atau amanat
 
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa barang pinjaman itu merupakan amanat bagi peminjam baik dipakai atau tidak. Dengan demikian dia tidak menanggung barang tersebut jika terjadi kerusakan, seperti juga dalam sewa-menyewa atau barang titipan kecuali bila kerusakan tersebut disengaja atau disebabkan kelalaian.
 
Ulama syafi’iyah berpendapat bahwa peminjam menanggung harga barang bila terjadi kerusakan dan bila ia menggunakannya tidak sesuai dengan izin yang diberikan pemilik walaupun tanpa disengaja. Tetapi apabila barang tersebut digunakan sesuai dengan izin pemilik, peminjam tidak menanggungnya ketika terjadi kerusakan.
 
Ulama Hanabilah menyatakan jika barang yang dipinjam adalah benda wakaf, seperti buku-buku ilmiah atau barang wakaf lainnya, kemudian rusak tanpa disengaja, maka ia tidak harus menanggung kerusakannya sebab tujuan peminjaman barang itu ditujukan untuk kemaslahatan umum.

III. KESIMPULAN
 
Ariyah adalah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zatnya, sehingga barang tersebut dapat dikembalikan. Dasar hukum ariyah menurut urf dapat diartikan dengan dua cara yaitu secara hakekat dan secara majaz. Kita diperbolehkan membayar pinjaman dengan yang lebih baik dari apa yang kita pinjam, tetapi yang meminjamkan tidak boleh menerima lebih dari apa yang dipinjaminya itu apabila dimaksudkan sebagai hadiah dari yang dipinjami. 

Disamping itu kita juga boleh membayar pinjaman dengan barang hasil pinjaman pula.
Masing-masing golongan ulama  mempunyai perbedaan pendapat dalam mengartikan apakah ariyah itu tanggungan atau manfaat. Ulama Hanafiyah syafi’iyah dan hanabilah berpendapat bahwa peminjam harus menanggung kerusakan barang pinjamannya secara mutlak.

IV. PENUTUP
 
Demikian makalah ini kami buat, mungkin masih jauh dari kesempurnaan. Apabila banyak kesalahan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.

 
DAFTAR PUSTAKA

Idris Ahmad, Fiqih Syafi’I, Widjaya, Jakarta: 1969
Dr. Achmad Syafe’i, Fiqih Mu’amalah, Pustaka Setia, Bandung: 2000
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Sinar Baru Algesindo, Bandung: 2000
Dr. Musthofa Dibulbigha, Fiqih Syafi’i, Terj. Al Tahdzib, CV. Bintang Pelajar, Surabaya: 1948
Drs. H. Moh Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, CV. Toha Putra, Semarang: 1987
Terj. A. Qadir Hasan. Dkk, Terj. Nailul Authar 4 , PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1987
Dr. Rachmat Syafi’i MA, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung: 2001
MAKALAH FAKULTAS SYARI'AH FORMALISASI HUKUM ISLAM


I. PENDAHULUAN

Lazimnya hukum yang secara formal berlaku (positive law) juga merupakan hukum yang hidup, diterima dan digunakan secara nyata dalam masyarakat (living law). Namun dalam prakteknya tidak selalu demikian. Adakalanya hukum yang seharusnya berlaku ternyata tidak digunakan dalam masyarakat, sebaliknya hukum yang secara formal tidak berlaku dalam masyarakat, sebaliknya hukum yang secara formal tidak berlaku dalam kenyataan justru diterima dan digunakan dalam masyarakat. Contohnya, ketentuan tentang Perseoran Terbatas (PT), sebenarnya tidak berlaku bagi WNI pribumi yang mendirikan perseroan memilih bentuk P.T. ternayta hampir tidak penah dipilih oleh golongan tersebut ketika mereka hendak mendirikan perseroan yang berbadan hukum.

Dalam uraian dibawah ini, penulis mencoba menggambarkan sejauh manakah kaitan, saling mempengaruhi, dan kerancuan antar ketentuan yang bersifat formal legal- yang mengatur Peradilan Agama- dengan kesadaran hukum masyarakat yang melatarbelakanginya. Kajian yang didahului dengan kilas balik akan diproyeksikan ke depan untuk memperkirakan keberadaan dan kemampuan atau kekuatan peradilan agama pada masa datang.

II. PEMBAHASAN

Tinjauan Legal Formal Hukum Islam
Pada tahun 1596, ketika kapal dagang V.O.C mendarat di Indonesia awak Belanda menyaksikan kenyataan bahwa orang pribumi telah memiliki dan hukudp dalam hukumnya sendiri. V.O.C selalu bertindak berdasarkan perhitungan untung rugi ditinjau dari segi ekonomi. Jika mereka bermaksud memperlakukan hukum Belanda terhadap pribumi, mereka memerlukan biaya, sehingga akan mengurangi keuntungan mereka. Oleh karena itu, sejak semula, V.O.C membiarkan pribumi hidup dalam hukumnya sendiri, kecuali di Batavia diperlakukan asas unifikasi. Demikian juga Pengadilan Agama yang sering disebut Pengadilan Serambi, tetap berjalan seperti sedia kala. Bahkan di kota Batavia diberlakukan peraturan bahwa “mengenai soal kewarasan bagi orang Indonesia yang beragama Islam harus dipergunakan hukum Islam”. Sehubungan dengan itu, disusunlah “Compendium Freiijer”, semacam kitab hukum yang dipergunakan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antar umat Islam di daerah-daerah yang dikuasai V.O.C.

Tahun 1830, setelah V.O.C bubar, roda pemerintahan dijalankan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pengadilan Agama ditempatkan dibawah pengawasan “Landraad”, dialah yang berkuasa memutuskan Pengadilan Agama, yang pengukuhan dan pengakuan Pengadilan Agama secara resmi ditetapkan lewat firman Raja Belanda yang diundangkan dalam Staatblad 1882 Nomor 152 yang berisi bentuk Pengadilan Agama disamping Pengadilan Negeri. Walaupun wewenang Pengadilan Agama terbatas pada bidang perkawinan dan waris, firman Raja ini melahirkan dua landasan, yaitu timbulnya spesialisasi dalam pelaksanaan tugas Pengadilan Agama dan terbentuknya Pengawasan Nasional.

Pasang surut Peradilan Agama ditandai lahirnya Staatblad 1931 Nomor 153 mulai berlaku 1937, dengan beberapa yang tercantum dalam Staatblad 1937 Nomor 116. Berlakunya Staatblad 1937 Nomor 16 maka Pengadilan Agama di Jawa dan Madura tidak lagi berwenang menyelesaikan hukum harta benda dan masalah waris/wakaf harus diserahkan kepada Pengadilan Negeri.
 
Setelah Indonesia merdeka, dibentuk Departemen Agama, dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1946, maka administrasi Nikah, Talak dan Rujuk (NTR) di seluruh Indonesia berada dibawah Departemen Agama. Baru pada tahun 1954 Departemen Agama memperoleh persetujuan DPR memberlakukan UU No 22 Tahun 1946 di seluruh Indonesia sementara itu, masih ada pihak-pihak tertentu yang berupaya menghapuskan Pengadilan Agama antara lain melalui UU Nomor 19 tahun 1948 dan UU Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Susunan Peradilan Sipil.
Tahun 1957 diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957 merupakan landasan hukum bagi pembentukan pengadilan agama di seluruh Indonesia, dan merupakan tonggak yang menandai kembali pasangnya Peradilan Agama. Perkembangan itu terus meningkat dengan diundangkannya UU Nomor 14 tahun 1970, tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman yang memberikan landasan yang kukuh bagi kemandirian Pengadilan Agama dan kesetaan dengan Pengadilan lainnya. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan semakin memperteguh pelaksanaannya. Suasana cerah kembali mewarnai perkembangan peradilan agama dengan diundangkannya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sementara itu kepastian dan kesatuan pelaksanaan Hukum Islam di lingkungan peradilan agama diharapakan akan lebih terjamin dengan berlakunya Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam

Sebagai perjuangan dalam perundang-undangan Indonesia , karena pengaruh teori receptie exit, teori reception a contrario dan karena ajaran Islam sendiri, berkembanglah kenyataan bahwa hukum tertulis Indonesia banyak dipengaruhi dan mengambil ajaran hukum Islam, maka hukum Islam berada (exist) di dalam hukum nasional Indonesia. Dengan terbitnya undang-undang Perkawinan (UU No.1/1974) kedudukan dan peran hukum Islam khususnya dan hukum agama pada umumnya di dalam hukum nasional Indonesia. makin jelas tampak. Dalam undang-undang ini , hukum agama (hukum Islam) ada mandiri dan diberi kekuatan sebagai hukum nasional. Dengan kegiatan pembangunan dan pengamalan Pancasila, maka hukum agama pengamalannya, dan penataan terhadapnya dalam kehidupan pribadi dan kemasyarakatan akan terus berkembang selaras dan selaju dengan lancarnya pembangunan.
 
Hukum Nasional Indonesia tidak mungkin meninggalkan hukum Islam karena Pancasila, UUD, P4, GBHN dan nilai-nilai nasional Indonesia tidak dapat lepas dari agama dan hukum agama. Hukum Islam ada di dalam hukum nasional sebagaimana ditunjukkan oleh berbagai peraturan perundang-undangan (UU No. 22/1946 jelas UU No. 32/1952, No. 1/1974, PP No. 9/1975. Peraturan Menteri Agama No. 3/1975, No. 4/ 1975, Keputusan Menhankam/Pangab No. Kep /01/1/80. UU No. 5/1960 Jls PP No. 28/1977, Peraturan Menteri Agama No. 1/1978 , Keputusan Menteri Dalam Negeri No.69/1977, UU Darurat No. 1/1951, Jls No. 9/1978, UU No. 6/1974, UU No. 8/1981 Jo 217/1983). Wujud Hukum Agama Islam dalam hukum nasional sesuai dengan Undang-undang yang ada, dapat sebagai hukum agama yang berdiri sendiri. (UU No. 1/1974 pasal 2 ayat 1) sebagai hukum nasional (pasal 39 PP No. 9/ 1975, PP No. 28/1977), sebagai dasar pertimbangan dari norma hukum yang diberi autoritas menjadi hukum nasional ( Pasal 5 UU No. 5/1960) norma agama juga mengikat petugas negara dalam menunaikan tugasnya (UU No. 15/ 1961, UU No. 13/1961.
 
Kenyataan dalam hukum nasional dan cita-cita hukum nasional berdasarkan pancasila dengan masyarakat Islam sebagai mayoritas mendorong kepada ditemukannya teori hubungan antara hukum Islam dan hukum nasional dan harus dikajinya hukum Islam yang hidup di Indonesia sebagai bagian dari hukum positif Indonesia untuk kemanfaatan hukum nasional pada masa mendatang.
 
Dalam kerangka pikir ini yang telah terjadi pada peraturan perundang-undangan nasional dan dengan melihat pada kenyataan dan hukum dalam masyarakat, terutama mengenai pengamalan dan pelaksanaan hukum Islam (puasa, zakat, haji, umroh, infaq, shodaqoh, hibah. Baitul mall, hari raya besar Islam, doa pada hari raya besar Islam, doa pada hari raya nasional dan sebagainya). Yang dapat disimpulkan adalah bahwa hukum Islam adalah hukum yang hidup di dalam kehidupan bangsa Indonesia. Terlihat bahwa hukum Islam telah ditaati oleh orang Islam Indonesia walaupun belum ada perintah peraturan perundang-undangan (zakat, shalat, haji, dan lain-lain). Tetapi terlihat pula bahwa sementara bidan hukum untuk pengamalan Islam sangat memerlukan peraturan perundang-undangan (perkawinan, perwakafan, peradilan agama, pewarisan dan lain-lain.

Adanya dan bawaan hukum Islam dalam hukum Islam nasional Indonesia terlihat dalam hukum yang tidak tertulis dalam praktek-praktek kenegaraan, praktek sosial, praktek hukum dan praktek-praktek kultural.
Dalam peraturan perundang-undangan terlihat:
a. Undang- undang Pokok Agraria (UU No. 5/1960) Jo PP No. 28/1977.
Hukum Islam merupakan sumber bahan hukum agraria nasional juga merupakan hukum dasar sebagai pertimbangan hukum untuk menerima kaidah-kaidah hukum adat menjadi hukum nasional. Dalam PS. S UU No. 5 UU No. 5/60 menyatakan: Hukum Agraria Nasional Indonesia adalah hukum agraria adat selama tidak bertentangan dengan hukum agama, kesusilaan dan lain-lain. Dalam hal ini bahwa hukum agama yang menjadi ukuran utama dan filter bagi kaidah-kaidah hukum adat yang akan menjadi UU agraria Nasional selam kaidah hukum adat itu tidak bertentangan dengan hukum agama, kesusilaan adalah hukum Islam. Dalam hukum Agraria terlihat bahwa hukum Islam adalah bahan utama, terutama dalam kaitannya dengan lembaga-lembaga pemilikan dan perwakafan.
 
b. Undang-undang Perkawinan
  1. Kedudukan hukum Islam dalam hukum perkawinan sangat penting dan sangat kuat.
  2. Hukum Islam merupakan bahan utama hukum perkawinan nasional, karena tanpa memahami hukum Islam orang tidak tidak mungkin memahami hukum perkawinan Indonesia.
  3. Falsafah hukum perkawinan dalam UU Perkawinan memakai dan menerapkan falsafah hukum Islam. Oleh karena itu, harus memahami norma-norma hukum perkawinan dalam hukum Islam, dan agama yang bersangkutan.
  4. Dari sejarah penyusunannya, UU Perkawinan sangat dihormati dan menunjukkan sebagai norma hukum yang tidak akan dihapus atau diubah.
Penataan hukum Islam dan praktek hukum menggambarkan adanya berwibawanya hukum Islam. Pengaturan dan praktek ketatanegaraan di Indonesia menggambarkan adanya acara pembacaan doa pada setiap acara kenegaraan, sumpah jabatan, salam oleh para pejabat negara, peringatan hari besar Islam yang dilaksanakan di istana negara dan kantor-kantor pemerintahan. Yaitu dalam rangka mengamalkan rasa keagamaan (Isra’ Mi’raj, Maulid Nabi, Nuzulul Qur’an dan Tilawatul Qur’an).

Dari gambaran tersebut terlihat bahwa hukum Islam ada di dalam hukum nasional.

Majallahul Ahkam al-adliyah (Majalah Hukum-hukum Peradilan)

Perundang-undangan lain selain yang dijelaskan di atas ada juga pada peraturan perundang-undangan kerajaan Utsmani. Pada masa kekosongan penghimpun perundang-undangan Utsmani, Daulah Utsmaniyah memandang perlu mengkodifikasikan undang-undang madani dari fiqh madzhab Abu Hanifah, sebagai madzhab resmi negara.
Pada tahun 1869 dibentuk Panitia Himpunan (Jami’iyah) Majalah yang anggotanya 7 orang ulama diketahui oleh Judat Pasha, pengawas Dewan Ahkam Adliyah. Tujuannya adalah penyusunan kitab tentang muamalat fiqhiyah, mudah pengambilannya, tidak ada ikhtilaf, menghimpun pendapat yang baik dan mudah mempelajarinya bagi setiap orang.
Jam’iyyatul Majallah kerjanya tujuh tahun sejak tahun 1869 sampai 1876. Majallah Ahkam al Adliyyah mengandung 1851 pasal yang terbagi kepada; Mukadimah dan 16 kitab. Mukadimah terdiri dari 100 pasal yang terdalam tentang definisi fiqh dan yang lainnya tentang prinsip-prinsip umum yang disebut al-Qawaid al-Kulliyah, yang sebagian besar diambil dari al-Asybah wan Nadhaa’ir oleh Ibnu Nujaim dan kitab al-Majaami karangan Abu Said al Khaadimi.

Adapun kitab yang enam dibahas di dalamnya tentang uquud khassah seperti: al bai’ ijarah, kafalah, rahn, amanah-hibah, syirkah, wakaalah, shulh, ibra’, hawalah, syuf’ah. Yang lainnya mengenai pembuktian, hukum acara gugatan peradilan, pengakuan, bukti dan sumpah. Secara umum Majallah diambil dari kitab-kitab Dhahirur Riwayah pada madzhab Hanafi. Demikian pula dari pendapat-pendapat lain yang dapat memenuhi kebutuhan masa itu. Dalam majallah, tidak dibahas fiqh ibadah dan juga tidak dimasukkan al-Akhwal asy-Syakhsyiyyah, seperti perkawinan dan lain-lain. Demikian pula tidak dimasukkan tentang waris, wasiat, uang yang hilang dan wakaf. Sampai tahun 1917 al-Akhwal asy-Syakhsyiyyah belum dikodifikasikan

III. KESIMPULAN
  • Agama Islam dan hukum Islam sendiri, dengan melihat pada Al Qur’an (terutama) dan prakteknya oleh sunnah Rasul yang terceritakan dalam hadits. Menggambarkan dan mengajarkan bahwa orang Islam secara pribadi dituntut untuk menaati dan menjalankan hukum Islam.
  • Dalam hubungan Islam dengan kehidupan manusia dalam masyarakat terdapat dalam kenyataan-kenyataan hukum:
  1. Orang Islam, kalau telah menerima Islam sebagaimana agamanya menerima autoritas hukum Islam terhadap dirinya.
  2. Dalam pembentukan hukum baru Indonesia, hukum Islam ditaati oleh orang Islam. Karena ajaran Islam dan kesadaran batin dan kesadaran hukum orang Islam sendiri. Hukum Islam menjadi faktor utama dalam pembentukan hukum baru Indonesia yang berupa hukum nasional Indonesia
IV. PENUTUP

Demikian makalah ini penulis susun apabila ada kesalahan dan kekurangan dari penulisan pada makalah ini, penulis mohon maaf. Semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Amrullah, SF, dkk, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, 1996, Jakarta, Gema Insani Press.
Praja, Juhaya S., Hukum Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembentukan, 1994, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Djatnika, Rachmat Prof. Dr. H., Perkembangan Ilmu Fiqh di Dunia Islam, 1986, Jakarta, Departemen Agama RI.

Friday, 4 December 2015

PENDAHULUAN, Seperti kita ketahui, proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang bertujuan. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan kemampuan atau perilaku yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan kegiatan belajar. Untuk dapat mengetahui kualitas proses belajar mengajar perlu dilakukan usaha penilaian atau evaluasi terhadap hasil belajar siswa.

Pengajaran yang efektif menghendaki dipergunakannya alat-alat bantu untuk menentukan apakah suatu hasil belajar yang diinginkan telah benar-benar tercapai, atau sampai dimanakah hasil  belajar yang diinginkan tadi telah tercapai. Kita tidak akan dapat memberikan bimbingan dengan baik dalam usaha belajar yang dilakukan oleh murid-murid kalau tidak memiliki alat untuk mengetahui kemajuan murid-murid dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan.

Secara garis besar, maka alat evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu: tes dan bukan tes (non tes). Selanjutnya tes dan non tes ini juga disebut sebagai teknik evaluasi. Dalam makalah ini akan diuraikan jenis dan bentuk alat evaluasi tersebut.

PEMBAHASAN,
A. Tes
1) Pengertian
Istilah tes diambil dari kata “testum” suatu pengertian dalam bahasa kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Ada pula yang mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat di tanah. Di dalam bukunya yang berjudul Evaluasi Pendidikan, Drs. Amir Dalen Indrakusuma mengatakan:
“Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat” Tes merupakan suatu alat pengumpul informasi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan.

2) Jenis-jenis tes, Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka tes dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
  • Tes diagnostik Adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
  • Tes formatif, Dari kata “form” yang merupakan dasar dari istilah “formatif” maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti sesuatu program tertentu. Dalam kedudukannya seperti ini tes formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran. Tes formatif diberikan pada akhir setiap program.
  • Tes Sumatif, Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar. Di sekolah, tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian, sedangkan tes sumatif ini dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada akhir catur wulan atau akhir semester.
Ketiga jenis tes di atas memiliki perbedaan yang dapat ditinjau dari 9 aspek, yaitu fungsi, waktu titik berat atau tekanannya, alat evaluasi, cara memilih tujuan yang dievaluasi, tingkat kesulitan soal-soal tes, cara menyekor tingkat pencapaian dan metode menuliskan hasil tes.

Berdasarkan atas jumlah peserta atau pengikut tes
  • Tes individual, yaitu tes di mana pada saat tes itu diberikan kita hanya menghadapi satu orang anak.
  • Tes kelompok, yaitu di mana pada saat tes itu diberikan kita menghadapi sekelompok anak.
Ditinjau dari segi penggunaannya:
  • Tes buatan guru, yaitu tes yang disusun sendiri oleh guru yang akan mempergunakan tes tersebut.
  • Tes buatan orang lain yang tidak distandarisasikan. Seorang guru dapat mempergunakan tes-tes yang dibuat oleh orang lain yang dianggap cukup baik.
  • Tes standard atau tes yang telah distandarisasikan, yaitu tes-tes yang telah cukup valid, dan reliable berdasarkan atas percobaan-percobaan terhadap sample yang cukup luas dan representatif.
Ditinjau dari segi bentuk jawaban atau respon
  • Tes tindakan, yaitu apabila jawaban atau respon yang diberikan oleh anak itu terbentuk tingkah laku.
  • Tes verbal, yaitu apabila jawaban atau respon yang diberikan oleh anak berbentuk bahasa, baik bahas lisan maupun bahasa tulisan.
3) Bentuk tes
Bentuk tes yang sering dipakai dalam proses belajar mengajar pada hakekatnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) tes lisan, 2) tes tertulis, dan 3) tes perbuatan/tindakan.
Bentuk tes tertulis secara umum dapat dibagi lagi  menjadi dua kelompok yaitu:
Tes Obyektif
  • True False, Yaitu suatu bentuk tes yang item-itemnya berupa statement benar dan statement salah. Murid-murid supaya memilih mana statement yang benar dan mana statement yang salah.
  • Multiple Choice,Suatu item yang terdiri dari suatu statement yang belum lengkap. Untuk melengkapi statement tersebut disediakan beberapa statement sambungan. Murid disuruh memilih manakah sambungan yang benar untuk statement yang belum lengkap itu.
  • Matching, Yaitu suatu bentuk tes yang terdiri dari 2 kolom parallel yang berisi statement. Murid disuruh menjodohkan keterangan dalam kolom kiri dengan keterangan dalam kolom kanan.
  • Completion, Item completion terdiri dari suatu statement atau kalimat yang belum sempurna. Murid-murid disuruh melengkapi statement tersebut dengan satu atau beberapa perkataan pada titik-titik yang disediakan.
Kebaikan tes obyektif
  • Dapat dijawab dengan cepat
  • Reliabilitas skor yang diberikan terhadap pekerjaan anak-anak dapat dijamin sepenuhnya.
  • Jawaban-jawaban tes obyektif dapat dikoreksi dengan mudah.
Kelemahan tes obyektif
  • Karena disediakan alternatif jawaban, ada kemungkinan murid-murid yang tidak mengetahui pilihan yang tepat mengadakan pilihan secara mereka-reka.
  • Dibutuhkan biaya administrasi yang besar untuk mencetak tes tersebut karena terdiri dari jumlah item yang cukup banyak.
Tes Essay adalah tes yang berbentuk tertulis yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relatif panjang.

Kebaikan tes essay
  • Sangat cocok untuk mengukur/menilai hasil suatu proses belajar yang kompleks yang sukar diukur dengan tes obyektif.
  • Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menyusun jawaban sesuai jalan pikirannya sendiri.
  • Kelemahan tes essay
  • Pemberian skor terhadap jawaban tes essay kurang reliable
  • Tes essay menghendaki jawaban-jawaban yang relatif panjang
  • Mengoreksi tes essay memerlukan waktu yang cukup lama.

PENDAHULUAN, Seperti kita ketahui, proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang bertujuan. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan kemampuan atau perilaku yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan kegiatan belajar. Untuk dapat mengetahui kualitas proses belajar mengajar perlu dilakukan usaha penilaian atau evaluasi terhadap hasil belajar siswa.
Pengajaran yang efektif menghendaki dipergunakannya alat-alat bantu untuk menentukan apakah suatu hasil belajar yang diinginkan telah benar-benar tercapai, atau sampai dimanakah hasil  belajar yang diinginkan tadi telah tercapai. Kita tidak akan dapat memberikan bimbingan dengan baik dalam usaha belajar yang dilakukan oleh murid-murid kalau tidak memiliki alat untuk mengetahui kemajuan murid-murid dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan.
Secara garis besar, maka alat evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu: tes dan bukan tes (non tes). Selanjutnya tes dan non tes ini juga disebut sebagai teknik evaluasi. Dalam makalah ini akan diuraikan jenis dan bentuk alat evaluasi tersebut.

PEMBAHASAN,
A. Tes
1) Pengertian
Istilah tes diambil dari kata “testum” suatu pengertian dalam bahasa kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Ada pula yang mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat di tanah.  Di dalam bukunya yang berjudul Evaluasi Pendidikan, Drs. Amir Dalen Indrakusuma mengatakan:
“Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat”
Tes merupakan suatu alat pengumpul informasi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan.

2)Jenis-jenis tes, Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka tes dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
-Tes diagnostik Adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
-Tes formatif, Dari kata “form” yang merupakan dasar dari istilah “formatif” maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti sesuatu program tertentu. Dalam kedudukannya seperti ini tes formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran. Tes formatif diberikan pada akhir setiap program.
-Tes Sumatif, Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar. Di sekolah, tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian, sedangkan tes sumatif ini dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada akhir catur wulan atau akhir semester.
Ketiga jenis tes di atas memiliki perbedaan yang dapat ditinjau dari 9 aspek, yaitu fungsi, waktu titik berat atau tekanannya, alat evaluasi, cara memilih tujuan yang dievaluasi, tingkat kesulitan soal-soal tes, cara menyekor tingkat pencapaian dan metode menuliskan hasil tes.

Berdasarkan atas jumlah peserta atau pengikut tes
-Tes individual, yaitu tes di mana pada saat tes itu diberikan kita hanya menghadapi satu orang anak.
-Tes kelompok, yaitu di mana pada saat tes itu diberikan kita menghadapi sekelompok anak.

Ditinjau dari segi penggunaannya:
-Tes buatan guru, yaitu tes yang disusun sendiri oleh guru yang akan mempergunakan tes tersebut.
-Tes buatan orang lain yang tidak distandarisasikan. Seorang guru dapat mempergunakan tes-tes yang dibuat oleh orang lain yang dianggap cukup baik.
-Tes standard atau tes yang telah distandarisasikan, yaitu tes-tes yang telah cukup valid, dan reliable berdasarkan atas percobaan-percobaan terhadap sample yang cukup luas dan representatif.

Ditinjau dari segi bentuk jawaban atau respon
-Tes tindakan, yaitu apabila jawaban atau respon yang diberikan oleh anak itu terbentuk tingkah laku.
-Tes verbal, yaitu apabila jawaban atau respon yang diberikan oleh anak berbentuk bahasa, baik bahas lisan maupun bahasa tulisan.

3) Bentuk tes
Bentuk tes yang sering dipakai dalam proses belajar mengajar pada hakekatnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) tes lisan, 2) tes tertulis, dan 3) tes perbuatan/tindakan.
Bentuk tes tertulis secara umum dapat dibagi lagi  menjadi dua kelompok yaitu:
Tes Obyektif
-True False, Yaitu suatu bentuk tes yang item-itemnya berupa statement benar dan statement salah. Murid-murid supaya memilih mana statement yang benar dan mana statement yang salah.
-Multiple Choice,Suatu item yang terdiri dari suatu statement yang belum lengkap. Untuk melengkapi statement tersebut disediakan beberapa statement sambungan. Murid disuruh memilih manakah sambungan yang benar untuk statement yang belum lengkap itu.
-Matching, Yaitu suatu bentuk tes yang terdiri dari 2 kolom parallel yang berisi statement. Murid disuruh menjodohkan keterangan dalam kolom kiri dengan keterangan dalam kolom kanan.
-Completion, Item completion terdiri dari suatu statement atau kalimat yang belum sempurna. Murid-murid disuruh melengkapi statement tersebut dengan satu atau beberapa perkataan pada titik-titik yang disediakan.

Kebaikan tes obyektif
-Dapat dijawab dengan cepat
-Reliabilitas skor yang diberikan terhadap pekerjaan anak-anak dapat dijamin sepenuhnya.
-Jawaban-jawaban tes obyektif dapat dikoreksi dengan mudah.

Kelemahan tes obyektif
-Karena disediakan alternatif jawaban, ada kemungkinan murid-murid yang tidak mengetahui pilihan yang tepat mengadakan pilihan secara mereka-reka.
-Dibutuhkan biaya administrasi yang besar untuk mencetak tes tersebut karena terdiri dari jumlah item yang cukup banyak.

Tes Essay adalah tes yang berbentuk tertulis yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relatif panjang.
Kebaikan tes essay
  • Sangat cocok untuk mengukur/menilai hasil suatu proses belajar yang kompleks yang sukar diukur dengan tes obyektif.
  • Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menyusun jawaban sesuai jalan pikirannya sendiri.
  • Kelemahan tes essay
  • Pemberian skor terhadap jawaban tes essay kurang reliable
  • Tes essay menghendaki jawaban-jawaban yang relatif panjang
  • Mengoreksi tes essay memerlukan waktu yang cukup lama.
Jenis-jenis tagihan
  • Kuis. Bentuknya berupa isian singkat dan menanyakan hal-hal yang prinsip. Kuis dilakukan untuk mengetahui penguasaan pelajaran oleh siswa.
  • Pertanyaan lisan Materi yang ditanyakan berupa pemahaman terhadap konsep, prinsip, atau teorema.
  • Ulangan harian, Dilakukan secara periodik di akhir pembelajaran satu kompetensi dasar.
  • Ulangan blok, Yaitu ujian yang dilakukan dengan cara menggabungkan beberapa kompetensi dasar.
  • Tugas individu, Diberikan pada waktu-waktu tertentu dalam bentuk pembuatan kliping, makalah dan sebagainya.
  • Tugas kelompok, Digunakan untuk menilai kompetensi kerja kelompok. Bentuk instrumen yang digunakan salah satunya adalah uraian bebas dengan tingkat berfikir tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi.
  • -Responsi atau ujian praktek, Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Baik dilakukan di awal praktik atau setelah praktik.
  • -Laporan kerja praktik, Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Peserta didik bisa diminta untuk mengambil suatu gejala dan melaporkannya.

B.Non Tes
Ada beberapa jenis non tes
1.Skala bertingkat (rating scale)
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil pertimbangan. Kita dapat menilai hampir segala sesuatu dengan skala dengan maksud agar pencatatannya dapat obyektif, misalnya penilaian terhadap penampilan atau penggambaran kepribadian seseorang.
2.Kuesioner (questionnaire)
Pada dasarnya kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Kuesioner sering disebut juga dengan angket. Dengan kuesioner orang dapat diketahui tentang keadaan/data diri, pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapatnya dan lain-lain.
Ditinjau dari siapa yang menjawab

-Kuesioner langsung tersebut dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawabannya.
-Kuesioner tidak langsung, Kuesioner dikirim dan diisi oleh bukan orang yang diminta ketegangannya.
Ditinjau dari segi cara menjawab
-Kuesioner tertutup, Disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
-Kuesioner terbuka, Disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya.

3.Daftar cocok (check list)
Daftar cocok adalah deretan pernyataan (biasanya singkat-singkat) di mana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok (V) di tempat yang telah disediakan.
4. Wawancara (interview)
Suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak.
-Interview bebas, responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya.
-Interview terpimpin, interview yang dilakukan oleh subyek evaluasi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu.
5. Riwayat hidup, Merupakan gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup, maka subyek evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian kebiasaan dan sikap dari obyek yang dinilai.
6. Pengamatan, Suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis.

Ada 3 macam observasi:
- Observasi partisipan, dilakukan oleh pengamat, tetapi dalam pada itu pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.
- Observasi sistematik, di mana faktor-faktor yang diamati sudah didaftar secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya.
Secara garis besar teknik observasi dapat dibagi menjadi 2:
- Structured or controlled observation (observasi yang direncanakan terkontrol)
- Structured or informal observation (observasi informal/tidak direncanakan terlebih dahulu)

KESIMPULAN
- Untuk mengetahui kemajuan murid-murid dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan, diperlukan adanya instrumen evaluasi (alat evaluasi) yang digolongkan menjadi 2 macam, yaitu: tes dan bukan tes (non tes)
- Tes merupakan suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat.
- Jenis-jenis tes dapat dilihat dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, jumlah peserta, penyusunannya, dan bentuk jawaban.
- Bentuk tes secara umum dibagi 2 macam, yaitu: tes obyektif dan tes essay.
- Teknik non tes, dibagi menjadi 6 macam, yaitu: skala bertingkat (rating scale), kuesioner (questionnaire), daftar cocok (check list), wawancara (interview), pengamatan (observation), dan riwayat hidup.



DAFTAR PUSTAKA
    Arikunto, Surasimi, Dr.,  Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
    Daryanto, H. Drs., Evaluasi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
    Nurkancana, Wayan, Drs., Evaluasi Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1986.
    Harjanto, Drs.,  Perencanaan Pengajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
    Dirjen Dikdasmen, Dikmennun Depdiknas, Kurikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilai Mapel PAI, 2003.
    Purwanto, M. Ngalim, Drs.,  Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001.

-Kuis. Bentuknya berupa isian singkat dan menanyakan hal-hal yang prinsip. Kuis dilakukan untuk mengetahui penguasaan pelajaran oleh siswa.
-Pertanyaan lisan Materi yang ditanyakan berupa pemahaman terhadap konsep, prinsip, atau teorema.
-Ulangan harian, Dilakukan secara periodik di akhir pembelajaran satu kompetensi dasar.
-Ulangan blok, Yaitu ujian yang dilakukan dengan cara menggabungkan beberapa kompetensi dasar.
-Tugas individu, Diberikan pada waktu-waktu tertentu dalam bentuk pembuatan kliping, makalah dan sebagainya.
-Tugas kelompok, Digunakan untuk menilai kompetensi kerja kelompok. Bentuk instrumen yang digunakan salah satunya adalah uraian bebas dengan tingkat berfikir tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi.
-Responsi atau ujian praktek, Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Baik dilakukan di awal praktik atau setelah praktik.
-Laporan kerja praktik, Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Peserta didik bisa diminta untuk mengambil suatu gejala dan melaporkannya.

B.Non Tes
Ada beberapa jenis non tes
1.Skala bertingkat (rating scale)
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil pertimbangan. Kita dapat menilai hampir segala sesuatu dengan skala dengan maksud agar pencatatannya dapat obyektif, misalnya penilaian terhadap penampilan atau penggambaran kepribadian seseorang.
2.Kuesioner (questionnaire)
Pada dasarnya kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Kuesioner sering disebut juga dengan angket. Dengan kuesioner orang dapat diketahui tentang keadaan/data diri, pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapatnya dan lain-lain.
Ditinjau dari siapa yang menjawab

-Kuesioner langsung tersebut dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawabannya.
-Kuesioner tidak langsung, Kuesioner dikirim dan diisi oleh bukan orang yang diminta ketegangannya.
Ditinjau dari segi cara menjawab
-Kuesioner tertutup, Disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
-Kuesioner terbuka, Disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya.

3.Daftar cocok (check list)
Daftar cocok adalah deretan pernyataan (biasanya singkat-singkat) di mana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok (V) di tempat yang telah disediakan.
4. Wawancara (interview)
Suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak.
-Interview bebas, responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya.
-Interview terpimpin, interview yang dilakukan oleh subyek evaluasi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu.
5. Riwayat hidup, Merupakan gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup, maka subyek evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian kebiasaan dan sikap dari obyek yang dinilai.
6. Pengamatan, Suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis.

Ada 3 macam observasi:
- Observasi partisipan, dilakukan oleh pengamat, tetapi dalam pada itu pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.
- Observasi sistematik, di mana faktor-faktor yang diamati sudah didaftar secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya.
Secara garis besar teknik observasi dapat dibagi menjadi 2:
- Structured or controlled observation (observasi yang direncanakan terkontrol)
- Structured or informal observation (observasi informal/tidak direncanakan terlebih dahulu)

KESIMPULAN
- Untuk mengetahui kemajuan murid-murid dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan, diperlukan adanya instrumen evaluasi (alat evaluasi) yang digolongkan menjadi 2 macam, yaitu: tes dan bukan tes (non tes)
- Tes merupakan suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat.
- Jenis-jenis tes dapat dilihat dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, jumlah peserta, penyusunannya, dan bentuk jawaban.
- Bentuk tes secara umum dibagi 2 macam, yaitu: tes obyektif dan tes essay.
- Teknik non tes, dibagi menjadi 6 macam, yaitu: skala bertingkat (rating scale), kuesioner (questionnaire), daftar cocok (check list), wawancara (interview), pengamatan (observation), dan riwayat hidup.



DAFTAR PUSTAKA
    Arikunto, Surasimi, Dr.,  Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
    Daryanto, H. Drs., Evaluasi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
   Nurkancana, Wayan, Drs., Evaluasi Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1986.
    Harjanto, Drs.,  Perencanaan Pengajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
    Dirjen Dikdasmen, Dikmennun Depdiknas, Kurikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilai Mapel PAI, 2003.
    Purwanto, M. Ngalim, Drs.,  Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001.
MAKALAH FILSAFAT BAGAIMANA POKOK PEMIKIRAN FILSAFAT AUGUST COMTE TENTANG POSITIVISME

pokok pemikiran filsafat august comte
Pendahuluan - Pada masa perkembangan filsafat modern terdapat banyak macam pemikiran para tokoh-tokh filsafat, diantaranya August Comte, dimana pemikiranya lebih banyak membahas tentang positivisme atau lebih memfokuskan pada filsafat posiftivisme. Filsafat positivisme sendiri membahas filsafat dan ilmu pengetahuan kepada bidang gejala-gejala saja, apa yang dapat kita lakukan ialah segala fakta yang menyejikan diri kepada kita sebagai penampakan atau gejala, kita terima saja apa adanya, sesudah kita untuk mengatur fakta-fakta tadi menurut hukum tertentu, akhirnya dengan berpangkal kepada hukum-hukum yang telah ditentukan tadi kita mencoba melihat ke masa depan, ke apa yang atau tampak sebagai gejala dan menyesuaiakan diri dengannya.
Pemikiran seperti ini yang kemudian timbul filsafat yang disebut positivisme yang diturunkan dari kata positif. Setelah melihat latar belakang diatas timbul suatu permasalahan yaitu bagaimana pemikiran filsafat August Comte terutama tentang permasalahan filsafat positivismenya.

Biografi August Comte
August Comte 1978-1857 dilahirkan di Montpellier pada tahun 1798 dari keluarga pegawai negeri yang beragama khatolik. Karya utama Augus Comte adalah Cours de Philosophie Positive yaitu kursus tentang filsafat positivisme (1820-1842) yang diterbitkan dalam enam jilid. Karyanya yang pantas disebut disni adalah Discour Tesprit Positive (1844) yang artinya pembeicaraan tentang jiwa positif. Dalam karyanya yang inilah Comte menguraikan secara singkat pendapat-pendapat pisitivis, hukumnya tiga studi, klasifikasi ilmu-ilmu pengetahuan dan bagaian mengenai tatanan dankemajuan. Positifisme dibagi menjadi tiga zaman, Zaman teologis, zaman metafisi dan zman positif.

Zaman Teologis, zaman diaman manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adi kodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Zaman teologis ini dibagi lagi atas tiga periode:
  •  Periode pertama; dimana benda-benda dianggap berjiwa (animisme).
  • Periode kedua; manusia percaya dewa-dewa (politheisme).
  • Periode Ketiga; manusia percaya pada satu Tuhan sebagai yagn maha kuasa (Monotheisme).
Zaman metafisis, yaitu pada tahap ini manusia hanya sebagai tujuan pergeseran dari tahap teologis. Sifat khas ini adalah kekuatan yang tadinya bersifat adi kodrati, diganti dengan kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengertian abstrak yang diintegrasikan dengan alam.

Zaman positif, yaitu ketia orang tidak lagi berusaha mencapai pengetahuan tentang yang mutlak bagi teologis maupun metafisis. Sekarang yang berusaha mendapatkan hukum-hukum dari fakta-fakta yang didapatinya dengan pengataman dan akalnya. Tujuan tertinggi  dari zaman ini akan tercapai bilamana gejala-gejala telah dapt disusun dan diatur dibawah satu fakta yang umum saja. Hukum tiga tahap tidak berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi tiap perseorangan, umpamanya sebagai anak, manusia adalah seorang teolog sebagai pemuda menjadi metafisikus dan dibagi orang dewasa ia adalah fisikus.

Selain pemikiran filsafat positivisme, August Comte memiliki ajaran altruisme dimana ajaran ini merupakan kelanjutan ajarannya tentang tiga zman, altruisme diartikan sebabagai meyerahkan diri kepada keseluruhan masyarakat, bahkan bukan salah satu masyarakat melainkan humanite, suku bangsa manusia pada umumnya jadi altruisme bukan sekedar lawan egoisme.

Keterarutan masyarakat yang dicari dalam positivisme hanya dapat dicapai kalau semua orang dapat menerima altruisme sebagai prinsip dalam tindakan mereka, sehubungan dengan altruisme ini Comte menganggap bangsa manusia menjadi semacam pengganti Tuhan keilahian dari positivisme ini disebut le grand etre "Maha Makhluk". Untuk ini Comte mengusulkan untuk mengorganisasikan semacam kebaktian untuk le grand etre itu, lengkap dengan iman-iman, santo-santo, pesta-pesta liturgi dan lainya. Ini sebenarnya dapat diaktakan sebagai suatu agama Katholik tanpa agama masehi. Dogma satu-satunya agama inia dalah cinta kasih sebagai prinsip, tata tertip sebagai dasar, kemajuan sebagai tujuan, untuk itulah altruisme comte merupakan paradokal ari hukum tiga zamannya, karena itu juga ia meninggalkan agama.

Filsafat August Comte yang paling utama adalah positivisme yang terdiri dari tiga zaman yaitu zaman teologis, metafisi dan positif, dari tiga zman ini mempunyai pengertian yang berbeda tetapi saling berhubungan tentang tiga zman tersebut mempunyai perumpamaan sama dengan kehidupan manusia.

Daftar pustaka
Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, yayasan piara Bandung, 1997.
Drs. A.Chairil Basari, Filsafat IAIN Walisongo, Semarang, 1986.
Drs. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius Yogyakarta, 1980.

Wednesday, 2 December 2015

Makalah Hukum Pernikahan antara Muslim dengan Non-Muslim - Pernikahan adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong-menolong antara laki-laki dan perempuan yang bukah muhrim. Jadi nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yagn sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satujalan yang amat mulia utnuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara sau dengan yang lainnya.

Sebenarnya pernikahan adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia bukan saja antara suami istri dan keturunannya, melainkan antara dua keluarga. Betapa tidak, dari baiknya pergaulan antara istri dengan suaminya, kasih mengasihi, akan berpindahlah kebaikan itu kepada semua keluarga dari kedua belah pihaknya. Sehingga mereka menjadi satu dalam urusan bertolong-tolongan, sesamanya dalam menjalankan kebaikan dan mencegah segala kejahatan. selain itu, dengan pernihakan seseorang akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.

Hal itu dikarenakn perkawinan merupakan sesuatu yang teramat penting dan mempunyai dampak yang sangat luas, terutama bagi generasi yang akan datang. Kecuali itu, masih banyak orang yang belum memahaminya secara tepat. Terutama dikalangan generasi muda umumnya persoalan hal dan haramnya menikah antar umat beragama, dan bagaimana hukum pernihakan beda agama. Disinilah letak antara lain urgennya mengkaji permasalahan ini.

Lantas bagaimana hukumnya menikah dengan non muslim?
Bagi wanita muslimat memang tidak diperbolehkan kawin dengan laki-laki selain muslim, apakah itu seorang musyrik (komunis, hindu, dan lainnya) atau seorang ahli kitab (Yahudi, Nasrani). Karena laki-laki berhak memimpin istrinya, dan istri wajib taat kepadanya, itulah arti perwalian. Padahal tidak sepatunya orang kafir atau musyrik memegang perwalian maupun kekuasaan atas orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Jadi seorang laki-laki non muslim, musyrik, tidak patut dalam kehidupan rumah tangga memimpin atau menguasai atas orang yang telah mengucapkan syahadat (wanita muslim).

1.Perempuan Musyrik
Perempuan yang haram dinikah adalah perempuan musyrik yaitu perempuan yang menyembah berhala seperti dikatakan dalam surat Al-Baqarah ayat 221 "...Dan janganlah kalian menikahi perempuan-perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya perempuan budak yang mukmin lebih baik daripada perempuan musyrik walaupun ia menarik hatimu. Dan janganlah kalian menikahkan orang-orang musyrik dengan perempuan-perempuan mukmin sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun ia menarik hatimu. Mereka mengajak kalian ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinya.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa seorang muslim haram menikah dengn perempuan musrik sebagaimana seorang mukminah haram dinikahkan dengan seorang non muslim, karena perbedaan yang sangat mencolok diantara dua keyakinan itu. Mereka mengajak kepada surga sedang pihak lain mengajak ke neraka. Pihak pertama beriman kepada Allah SWT, kenabian dan hari akhir, sedangkan pihak kedua menyekutukan Allah SWT, mengingkari kenabian, dan menyangkan adalanya akhirat.
Kita dapat melihat sendiri ternyata Al-Qur'an membedakan antara msurik dan ahli kitab, musryik tidak bisa disamakan dengah ahli kitab sebagaimana firman Allah SWT : "dan janganlah kamu tetap berpegang dengan ahli kitab (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir.
2. Menikah dengan perempuan ahli kitab
Lain halnya dengan perempuan-perempuan ahli kitab dari kalangan yahudi dan nasrani, al-Qur'an memperbolehkan menikah dengan mereka. Hal ini menyesuaikan pandangan dan prlakuakn khusus al-Qur'an terhadap mereka, disamping karta status mereka sebagai pemeluk agama samawi (wahyu), meskipun telah terjadi penyimpangan dan pengubahan di dalam kitab sucinya. Sebagaimana al-Qur'an memperbolehkan kita mengkonsumsi makanan mereka, ia juga memperbolehkan perbesanan melalui perkawinan antara lelaki musklim dengan perempuan mereka. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 5 : "..Makanan (sembelihan) orang-orang ahli kitab itu halal bagi kalian halal pula bagi mereka, (dan dihalalkan mengawini) perepmpuan-perempuan yang menjaga kehormatan diantaranya perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan diantara orang-orang ahlikitab sebelum kalian, bila kalian telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikhinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak pula menjadikannya sebagai gundik-gundik.

Jumhur ulama sepakat dengan diperbolehkannya pernikahan dengan wanita ahli kitab, ada yagn berbeda pendapat mengenai pernikahan ini, apakah pernikahan ini diperbolehkan secara mutlak atau kah diperbolehkan secara maksruh? Ada tiga hal yang kuat dalam hal ini:
  1. Pendapat Mazhab Imam Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hambali mengenai menikah dengan non muslim (ahli kitab), menurut mereka pernikahan seorang laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab diperbolehkan yang disertai makruh.
  2. Pendapat Mazhab Imam Maliki, Ibnu Qosim, Khalil dan Malik, pernikahan seorang laki-laki muslim dengan wanita dengan hali kitab diperbolehkan secara mutlak, tanpa disertai makruh.
  3. Pendapat Az-Zarkasy dari mazhab Syafi'i pernikahan seperti ini disunahkan apabila wanita ahli kitab yagn akan dinikah dapat diharapkan keislamanya. Diriwayatkan bahwa Utsman bin Affan pernah menikahi wanita Nasrani, yang kemudian masuk Islam dan keislamannya sangat baik.
Pernikahan muslim dengan non muslim mempunyai dampak positif juga negatif diantaranya wanita ahli kitab yang bertebaran di masyarakat Islam sangat bahaya bila keberadaan mereka direncanakan oleh golongan mereka, dan mereka sebagai penyusup di dalam Islam serta membawa tradisi-tradisi agama Nasrani, sedangkan positifnya wanita ahli kitab yang bergaul dengan suaminya yang musliam ia akan mendapatkan keadilan Islam.

Kesimpulan dalam hukum pernikahan antara muslim dengan non muslim ialah bagi wanita muslim tidak diperbolehkan menikah dengan selain laki-laki non muslim, apakah itu dengan seorang musryik atau pun seorang ahli kitab. Tetapi sebaliknya bahwa laki-laki muslim boleh menikah dengan wanita ahli Kitab, Nasrani, Yahudi. Hal ini merupakan salah satu wujud toleransi Islam yang tiada bandinganya dengan agama manapun. Meskipun al-Qur'an menyebut ahli kitab sebagai kafir dan sesat, ia tetap membolehkan seorang lelaki muslim menikah dengan wanita ahli kitab walaupun setelah menikah dia tetap berpegang teguh terhadap keyakinannya.
Perempuan musyrik adalah perempuan yang menyembah berhala dan seorang msulim haram dengan perempuan musyrik, sebagaimana seorang mukminah haram dinikahkan dengan seorang musyrik.

Friday, 27 November 2015

CONTOH MAKALAH MANAJEMEN PENDIDIKAN PRA SEKOLAH TPQ AL ISLAM BANYUMANIK SEMARANG

MANAJEMAN PENDIDIKAN PRA SEKOLAH TPQ  AL-ISLAM SEMARANG

I. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani an rohaninya ke arah kedewasaan. Pendidikan sangatlah penting terutama bagi anak usaia dini, dengan mengenyam pendidikan dari kecil, anak akan lebih dapat mengetahui minat dan bakatnya. Untuk itu pendidikan bagi anak usia dini sangat dibutuhkan tidak hanya dalam bidang formal, non formal pun cukup penting. Diantaranya pendidikan pra sekolah yang meliputi Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) maupun Taman Kanak-kanan (TK). Keduanya merupakan pendidikan sekolah, akan tetapi TPQ lebih condong ke arah keagamaan, sedangkan TK lebih condong ke pendidikan umum. Selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas tentang Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ).

II. PEMBAHASAN
A. Gambaran Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPq) al Islam Banyumanik Semarang.
1. Tinjauan Historis
Taman Pendidikan Al-Qur'an al-Islam merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan masyarakat yang bergerak di bidang keagamaan. TPQ tersebut berdidi pada tahun 2002 yang digagas oleh Ta'mir Mushalla al-Islam yaitu Bapak Sunardi, namun yang mempunyai ide sebelumnya adalah Bapak Ali Sofwan. Kemudian oleh pemuka-pemuka agama di lingkungan mushalla tersebut bersepakat dengan didirikanya TPQ, dimana tujuan didirikannya sebuat TPQ tersebut adalah untuk mengembangkan ukhuwah islamiyah di lingkungan mushalla dan sekitarnya, mendidik anak agar senantiasa menjadi anak yang berakhlakul kariman dan dijadikan ajang untuk memperluas pengetahuan keagamaan anak didik.
OOleh masyarakat, TPQ tersebut diberi nama TPQ al-Islam sesuai dengan tempat dilaksanakan pendidikan yaitu Mushalla al-Islam.
2.Letak Geografis
TPQ al-Islam terletak di gang Mangga dalam no.10B Banyumanik Semarang.
Berdirinya TPQ tersebut meliputi dua hal :
1) Segi Sosial
Keberadaan TPQ al-Islam Banyumanik Semarang berdampak positif bagi masyarakat lingkungannya karena memberikan kesempatan kerja yaitu menjadi pengajar bagi mereka yang mampu mengajar, baik yang lulusan pesantren maupun sekolah formal. Ada juga pengajar yang berprofesi sebagai guru.
2) Segi ekonomi
Letak TPQ tersebut berada di tengah-tengan desa sehingga pelaksanaan pendidikan dapat membuat suasana yang kondusif karena jauh dari keramaian.
3) Sarana dan Prasarana
Demi kelancaran dan keberhasilan proses belajar mengajar, TPQ tersebut menyediakan fasilitas yang terdiri dari meja untuk mengaji 10 buah, whiteboard 1 buah, serta alat-alat kebersihan.
4) Kepengurusan
Struktur kepengurusan TPQ al-Islam yaitu:
Ta'mir Mushalla : Sunardi
Kepala Sekolah : Ali Sofwan
Bendahara        : Hesti
Staf pengajar    : Eni, Fatimah, Anik

B. Pengertian Manajemen Pendidikan Pra Sekolah
Menurut Stoner, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pimpinan dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan semua sumber daya organisasi untuk menjacapi tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Sedangkan manajemen pendidikan sebagai seluruh proses bersama dan dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan semua fasilitas yagn ada, baik personal, material, maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan pra sekolah adalah pendidikan yagn diselenggarakan untuk mengembangkan pribadi, pengetahuan dan ketrampilan yang melandasi pendidikan dasar serta mengembangkan diri secara utuh sesuai dengan asal pendidikan sedini mungkin dan seumur hidup.

C. Pendidikan pra sekoalh di TPQ al-Islam
Taman Pendidikan al-Qur'an al-Islam merupakan salah satu bentuk pendidikan Islam pra sekolah yang menyediakan pendidikan dini bagi anak usia dini sampai memasuki pendidikan dasar agar lebih mengenal pengetahuan tentang Al-Qur'an. Keberadaan TPQ sangat dibutuhkan masyarakat, begitu juga dengan adanya Taman Kanak-anak adalah untuk menyeimbangkan antara pengetahuan umum dan pengetahuan agama. Karena kedua pendidikan tersebut merupakan wadah untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik sesuai dengan sifat-sifat alami mereka.

D. Kurikulum dan Jadwal Pendidikan TPQ al-Islam
Kurikulum ialah rencana-rencana yang dibuat untuk membimbing dalam belajar yagn biasanya meliputi dokumen, lever secara umum, dan aktualisasi dari rencana-rencana itu di kelas sebagai pengalaman murid yang telah dicatat dan ditulis oelh seorang ahli pengalaman tersebut ditempatkan dalam lingkungan belajar yang juga mempengaruhi apa yang dipelajari. Kemudian yagn menjadi pkok dari materi kurikulum pendidikandi TPQ al-Islam yaitu bhaan-bahan, aktifitas dan pengalaman mengandung unsur keteladanan. Adapun jumlah peserta didik ada 50 siswa sedang gurunya aa 3 orang dan pelaksanaan proses belajar mengajar dijadikan satu di dalam mushalla al-Islam. Proses belajar mengajar dilaksanakan setiap hari senin sampai kamis,

E. Peranan orang tua terhadap pendidikan pra sekolah (TPQ al-Islam)
Masyarakat umumnya memandang bahwa tugas orang tua dirumah adalah menanamkan kebiasaan dan tradisi yang berlaku dalam lingkungan sosialnya. Jika orang tua mampu menjalin hubungan baik dengan anak, menguasai bahkan pelajaran dan metode pengajaran dan memiliki waktu untuk mengajar, ada baiknya oang tua menadi guru bagi anak-anak mereka di rumah. Karena lingkungan anak di rumah adalah lingkungan yang pertama anak dalam membentuk akhllak kepribadian.
Ada alasan yang kuat mengapa para guru selalu mengingginkan para orang tua melibatkan diri dalam pendidikan anak mereka. Green Berk (1984), percaya bahwa keterlibatan orang tua dalam pendidikan akan meringankan masalah disiplin murid dan meningkatkan motivasi anak. Dengan demikian TPQ al-Islam membuat masyarakat sadar akan pentingya pendidikan agama ada anak usia dini. krena hal ini dapat membekali kehidupan anak tersebut di masa kantong. Namun tidak menutup kemungkinan orang tua yang acuh terhadap pendidikan agama anak-anaknya trsebut, Akan tetapi banyak juga mereka yang tpq karena kesadaan dirinya.
 

Thursday, 19 March 2015

MAKALAH MUDHARABAH PERBANKAN SYARIAH


Sehubungan dengan kebutuhan masyarakat mengenai pelayanan perbankan maka berbagai macam jasa atau produk pelayanan ditawarkan dengan perbaikan berkaitan untuk mempermudah transaksi dan kepuasan nasabah. Penawan yang dihadirkan mulai dari produk pelayanan dan produk pembiayaan yang beraneka ragam dan upaya untuk bisa masuk atau diterima pada lapisan masyarakat yang dibutuhkan.

Dalam sistem pebankan konvensional, didalam menjalankan kegiatannya sungguh sangat berbeda dengan bank syarian, maka dalam menghadapi berbagai macam anggapan bunga adalah riba, disini bank syari'ah emngeluarkan beberapa produk yang sesuai atau dapat diterima oleh masyarakt muslim, mengingat sebagian masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, maka Bank Syariah berpeluang besar untuk mengembangkan transaksi keuangan dalam dunia perbankan. Disini kami akan membahas salah satu produk yang dikeluarkan bank syariah yaitu Al-Mudharabah. Apa itu mudharabah silahkan dowload makalah mudharabah perbankan syariah di bawah ini.